Sabtu, 23 November 2013

POLEMIK PENGAWASAN KEPATUHAN PESERTA DAN PEMBERI KERJA




Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, PT Askes (Persero) pada 1 Januari 2014 akan melaksanakan tugas yang baru sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang akan mengelola perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Saat ini landasan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang akan beroperasi pada 1 Januari 2014 baru didasarkan pada beberapa Peraturan Perundang-undangan, yaitu :
1.      UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
2.      UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
4.      Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
Landasan hukum menjadi sangat penting sebagai dasar bagi BPJS Kesehatan dapat menetapkan kebijakan prosedur pemberian jaminan kesehatan. Mulai dari manfaat yang akan diterima peserta, mekanisme pelayanan kesehatan peserta sampai pada mekanisme kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam pelayanan BPJS Kesehatan.
Tentunya satu hal yang perlu menjadi perhatian bersama yaitu mengenai mekanisme kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam BPJS Kesehatan. Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) fungsi dalam menilai tingkat kepatuhan peserta dan pemberi kerja yaitu :
1.      Kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam mendaftarkan dirinya dan keluarganya ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Keberlansungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sangat bergantung pada kemutakhiran data peserta, karena hal ini akan berpengaruh terhadap validitas jumlah iuran yang akan diterima oleh BPJS Kesehatan. Bentuk ketidakpatuhan yang mungkin akan terjadi yaitu :
a.       Terdapat pendaftaran sebagian jumlah peserta pekerja dan keluarga baik yang dilakukan pemberi kerja atau peserta secara personal.
b.      Terdapat pelaporan sebagian gaji / pendapatan peserta pekerja, tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap persentasi jumlah iuran yang harus dibayar oleh pemberi kerja dan atau peserta.
c.       Terdapat pelaporan jumlah keluarga tambahan yang tidak sebenarnya.
d.      Pendafataran peserta pekerja dan keluarga serta peserta tambahan yang tidak tepat waktu.
2.      Kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam membayar iuran jaminan kesehatan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Kepatuhan pembayaran iuran jaminan kesehatan berawal dari data yang valid dari administrasi kepesertaan. Dengan validitas data yang dimiliki akan mudah untuk dilakukan monitoring terhadap kewajiban pembayaran iuran oleh peserta.
Ketidakpatuhan yang mungkin akan terjadi dalam pembayaran iuran jaminan kesehatan yaitu :
a.       Terdapat pembayaran yang tidak sesuai dengan jumlah penerimaan upah / gaji. Kemungkinan ini dapat saja terjadi dengan adanya kecurangan yang dilakukan oleh peserta pekerja dalam melaporkan besaran gaji pokok dan tunjangan keluarga / tetap yang diterima, semakin kecil jumlah yang dilaporkan tentunya akan semakin kecil pula iuran yang akan diterima, persentasi kekurangan pembayaran yang diterima akan menjadi kerugian yang tidak terlihat BPJS Kesehatan.
3.      Kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam melaporkan perubahan data diri dan keluarganya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Mobilitas penduduk yang tinggi serta turn over yang cukup tinggi dalam sebuah perusahaan juga menjadi salah satu titik perhatian dalam melakukan pengawasan kepatuhan peserta. Perubahan alamat tempat tinggal, perubahan jumlah anggota keluarga baik yang bertambah atau berkurang, perubahan status peserta dari Pekerja Penerima Upah menjadi Buka Pekerja juga mempengaruhi dinamika kepatuhan peserta yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah iuran yang diterima oleh BPJS Kesehatan.
Tiga fungsi sebagaimana disebut diatas menjadi tolak ukur untuk menentukan seberapa besar tingkat kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam implementasi pelayanan yang dilakukan BPJS Kesehatan.
Jika ditelaah lebih lanjut, sekiranya polemik kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam program jaminan kesehatan nasional tidak berbeda jauh dengan polemik yang terjadi dalam model perpajakan di Indonesia. Masalah kepatuhan masyarakat membayar pajak, merupakan masalah klasik yang dihadapi hampir disemua negara yang menerapkan sistem perpajakan. Berabagai penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi keuangan publik, penegakan hukum, struktur organisasi, etika dan gabungan dari semua itu.
Dari segi keuangan publik, kalau pemerintah dapat menunjukkan kepada publik bahwa pengelolaan pajak dilakukan dengan benar dan sesuai dengan keinginan wajib pajak, maka wajib pajak cenderung untuk mematuhi aturan perpajakan. Namun sebaliknya bila pemerintah tidak dapat menunjukkan penggunaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib pajak tidak mau membayar pajak dengan benar.
Dari segi penerapan hukum, pemerintah harus menerapkan hukum dengan adil kepada semua orang. Apabila ada wajib pajak tidak membayar pajak, siapapun dia akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Dari segi struktur organisasi, tenaga kerja dan etika, ditekankan pada masalah internal dilingkungan kantor pajak.
Masalah kepatuhan pajak yang terjadi saat ini, sekiranya dapat menjadi gambaran umum mengenai polemik yang akan dihadapi BPJS Kesehatan ketika mengelola sistem jaminan kesehatan nasional. Point terkuatnya ada ditingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan dalam mengelola jaminan kesehatan nasional. Tentunya masyarakat akan mempunyai berbagai sudut pandang terkait siapakah yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan, ketika rumah sakit sebagai provider tidak dapat memberikan pelayanan yang excelent dan menimbulkan kekecewaan, maka isu yang terjadi adalah BPJS Kesehatan tidak mampu memberikan perlindungan terhadap hak pesertanya. Ketika masyarakat merasa pelayanan kesehatan yang diterimanya tidak sesuai dengan harapan, maka BPJS Kesehatan lah yang akan menjadi front guard atas ketidakpuasan mereka tersebut dan ketika masyarakat menilai fasilitas pelayanan kesehatan yang ada disekitar mereka tidak baik, kembali BPJS Kesehatanlah yang harus bertanggungjawab terhadap hal itu. Sungguh sangat ironis ketika ketidakpuasan yang dialami peserta BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatanlah yang bertanggungjawab akan hal itu, namun itulah mind set yang terbentuk di masyarakat. BPJS Kesehatan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan harus mampu tidak hanya memberikan jaminan kesehatan tetapi juga mampu menjadi Badan yang akan turut memperjuangkan hak-hak peserta dalam pelayanan kesehatan. (12 November 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar