Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, PT Askes (Persero) pada 1 Januari
2014 akan melaksanakan tugas yang baru sebagai Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan yang akan mengelola perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Saat ini landasan hukum Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial yang akan beroperasi pada 1 Januari 2014 baru didasarkan pada beberapa
Peraturan Perundang-undangan, yaitu :
1. UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
2. UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101
Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan.
Landasan hukum menjadi sangat penting sebagai dasar
bagi BPJS Kesehatan dapat menetapkan kebijakan prosedur pemberian jaminan
kesehatan. Mulai dari manfaat yang akan diterima peserta, mekanisme pelayanan
kesehatan peserta sampai pada mekanisme kepatuhan peserta dan pemberi kerja
dalam pelayanan BPJS Kesehatan.
Tentunya satu hal yang perlu menjadi perhatian
bersama yaitu mengenai mekanisme kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam BPJS
Kesehatan. Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) fungsi dalam menilai tingkat
kepatuhan peserta dan pemberi kerja yaitu :
1. Kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam
mendaftarkan dirinya dan keluarganya ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan.
Keberlansungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan sangat bergantung pada kemutakhiran data peserta, karena hal ini akan
berpengaruh terhadap validitas jumlah iuran yang akan diterima oleh BPJS
Kesehatan. Bentuk ketidakpatuhan yang mungkin akan terjadi yaitu :
a.
Terdapat
pendaftaran sebagian jumlah peserta pekerja dan keluarga baik yang dilakukan
pemberi kerja atau peserta secara personal.
b.
Terdapat
pelaporan sebagian gaji / pendapatan peserta pekerja, tentunya hal ini akan
berpengaruh terhadap persentasi jumlah iuran yang harus dibayar oleh pemberi
kerja dan atau peserta.
c.
Terdapat
pelaporan jumlah keluarga tambahan yang tidak sebenarnya.
d.
Pendafataran
peserta pekerja dan keluarga serta peserta tambahan yang tidak tepat waktu.
2. Kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam membayar
iuran jaminan kesehatan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Kepatuhan pembayaran iuran jaminan kesehatan berawal
dari data yang valid dari administrasi kepesertaan. Dengan validitas data yang
dimiliki akan mudah untuk dilakukan monitoring terhadap kewajiban pembayaran
iuran oleh peserta.
Ketidakpatuhan yang mungkin akan terjadi dalam
pembayaran iuran jaminan kesehatan yaitu :
a.
Terdapat
pembayaran yang tidak sesuai dengan jumlah penerimaan upah / gaji. Kemungkinan
ini dapat saja terjadi dengan adanya kecurangan yang dilakukan oleh peserta
pekerja dalam melaporkan besaran gaji pokok dan tunjangan keluarga / tetap yang
diterima, semakin kecil jumlah yang dilaporkan tentunya akan semakin kecil pula
iuran yang akan diterima, persentasi kekurangan pembayaran yang diterima akan
menjadi kerugian yang tidak terlihat BPJS Kesehatan.
3. Kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam melaporkan
perubahan data diri dan keluarganya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan.
Mobilitas penduduk yang tinggi serta turn over yang
cukup tinggi dalam sebuah perusahaan juga menjadi salah satu titik perhatian
dalam melakukan pengawasan kepatuhan peserta. Perubahan alamat tempat tinggal,
perubahan jumlah anggota keluarga baik yang bertambah atau berkurang, perubahan
status peserta dari Pekerja Penerima Upah menjadi Buka Pekerja juga
mempengaruhi dinamika kepatuhan peserta yang pada akhirnya akan mempengaruhi
jumlah iuran yang diterima oleh BPJS Kesehatan.
Tiga fungsi sebagaimana disebut diatas menjadi tolak
ukur untuk menentukan seberapa besar tingkat kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam implementasi pelayanan yang dilakukan BPJS Kesehatan.
Jika ditelaah lebih lanjut, sekiranya polemik
kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam program jaminan kesehatan nasional
tidak berbeda jauh dengan polemik yang terjadi dalam model perpajakan di
Indonesia. Masalah kepatuhan masyarakat membayar pajak, merupakan masalah
klasik yang dihadapi hampir disemua negara yang menerapkan sistem perpajakan.
Berabagai penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah masalah kepatuhan
dapat dilihat dari segi keuangan publik, penegakan hukum, struktur organisasi,
etika dan gabungan dari semua itu.
Dari segi keuangan publik, kalau pemerintah dapat
menunjukkan kepada publik bahwa pengelolaan pajak dilakukan dengan benar dan
sesuai dengan keinginan wajib pajak, maka wajib pajak cenderung untuk mematuhi
aturan perpajakan. Namun sebaliknya bila pemerintah tidak dapat menunjukkan
penggunaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib pajak tidak
mau membayar pajak dengan benar.
Dari segi penerapan hukum, pemerintah harus
menerapkan hukum dengan adil kepada semua orang. Apabila ada wajib pajak tidak
membayar pajak, siapapun dia akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Dari segi
struktur organisasi, tenaga kerja dan etika, ditekankan pada masalah internal dilingkungan
kantor pajak.
Masalah kepatuhan pajak yang terjadi saat ini,
sekiranya dapat menjadi gambaran umum mengenai polemik yang akan dihadapi BPJS
Kesehatan ketika mengelola sistem jaminan kesehatan nasional. Point terkuatnya
ada ditingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan dalam mengelola
jaminan kesehatan nasional. Tentunya masyarakat akan mempunyai berbagai sudut
pandang terkait siapakah yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan,
ketika rumah sakit sebagai provider tidak dapat memberikan pelayanan yang excelent dan menimbulkan kekecewaan,
maka isu yang terjadi adalah BPJS Kesehatan tidak mampu memberikan perlindungan
terhadap hak pesertanya. Ketika masyarakat merasa pelayanan kesehatan yang
diterimanya tidak sesuai dengan harapan, maka BPJS Kesehatan lah yang akan
menjadi front guard atas
ketidakpuasan mereka tersebut dan ketika masyarakat menilai fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada disekitar mereka tidak baik, kembali BPJS Kesehatanlah yang
harus bertanggungjawab terhadap hal itu. Sungguh sangat ironis ketika
ketidakpuasan yang dialami peserta BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan,
BPJS Kesehatanlah yang bertanggungjawab akan hal itu, namun itulah mind set
yang terbentuk di masyarakat. BPJS Kesehatan sebagai Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan harus mampu tidak hanya memberikan jaminan kesehatan
tetapi juga mampu menjadi Badan yang
akan turut memperjuangkan hak-hak peserta dalam pelayanan kesehatan. (12 November 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar